Selasa, 14 Desember 2010

Mimisan dan pencegahannya ( UKS news )


Mimisan itu apa sih ???
Sering kali murid-murid Tugasku terutama SD. Kerap kali berkunjung ke UKS untuk minta tissue atau sekedar diobati oleh suster yang berjaga namun perlukah kita mengetahui apa sich yang dimaksud dengan mimisan itu?
Mimisan adalah suatu keadaan pendarahan hidung yang keluar melalui lubang hidung kita 
Tahukah kamu hal apa saja yang bisa menyebabkan mimisan :
1. Terlalu keras mengorek hidung, jatuh, terpukul benda di hidung.
2. Pilek, mengeluarkan ingus  dengan terlalu keras
3. Mencium bahan kimia/ gas yang merusak syaraf pembuluh darah pada hidung    contoh : bensin, amonia., asam sulfat
Pertolongan yang harus diberikan pada orang mimisan :
· Duduk sedikit membungkuk kedepan, lalu bernafas melalui mulut.. Bila tidur terlentang dan darah dapat tertelan.
· Tekan  bagian depan cuping hidung kurang lebih 5 menit.
· Kompres es pada tulang hidung
· Beri tampon ( kasa) atau daun sirih.

Tips Mencegah Mimisan :
· Jangan mengorek-ngorek hidung terlalu keras
· Jangan mengeluarkan ingus terlalu keras
· Banyak minum air putih
· Hindari asap rokok/ gas bahan kimia
· Hindari bahan kimia yang dapat merangsang  mimisan

Jadi sudah tau khan apa itu mimisan? SO….jangan sampai ketika terjadi mimisan lagi kamu kalang kabut dan lari-larian ke UKS , apalagi sampai darah berceceran di lantai ( nanti dikra habis terjadi pembantaian lagi….). Tapi kamu bisa antisipasi sendiri khan… ( Dewi UKS )

PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH



Perpustakaan sebagai lembaga penyedia ilmu pengetahuan dan informasi mempunyai peranan yang signifikan terhadap lembaga induk serta masyarakat penggunanya. Demikian halnya di dalam lingkungan pendidikan seperti sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan pusat sumber ilmu pengetahuan dan informasi yangberada di sekolah, baik tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah.
Perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Untuk tujuan tersebut, perpustakaan sekolah perlu merealisasikan misi dan kebijakannya dalam memajukan masyarakat sekolah dengan mempersiapkan tenaga pustakawan yang memadai, koleksi yang berkualitas serta serangkaian aktifitas layanan yang mendukung suasana pembelajaran yang menarik.
Dengan memaksimalkan perannnya, diharapkan perpustakaan sekolah bisa mencetak siswa untuk senantiasa terbiasa dengan aktifitas membaca, memahami pelajaran, mengerti maksud dari sebuah informasi dan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan karya bermutu. Sehingga pada akhirnya prestasi pun relatif mudah untuk diraih.
Dalam membantu siswa untuk menghasilkan karya yang bermutu, perpustakaan tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan sekolah, terutama melalui kebijakan pimpinan (kepala sekolah), akan memperlancar tugas/kebijakan yang akan dijalankan oleh pengelola perpustakaan sekolah.
Tugas perpustakaan dalam memajukan masyarakat sekolah melalui ilmu pengetahuan dan informasi harus diwujudkan secara efektif dan efisien. Masyarakat sekolah yang menjadi sasaran perpustakaan, mulai dari pihak manajemen sekolah, guru, siswa, pihak orang tua, dan segenap warga sekolah yang lain harus menjadi pintar dengan adanya perpustakaan sekolah. Khususnya siswa, yang menjadi obyek dari pada pembelajaran dan pengajaran, harus dikenalkan betapa pentingnya manfaat dari perpustakaan sekolah. Masyarakat sekolah yang sadar dengan kehadiran perpustakaan akan mewujudkan masyarakat yang gemar membaca/reading society. Begitu ironis ketika kita mengamati hasil dari sebuah penelitian yang menunjukkan dari 50 sekolah yang diteliti, ternyata 8 sekolah diantaranya tidak mempunyai perpustakaan. Bagaimana siswa dapat menghasilkan karya dan mengukir prestasi jika di sekolahnya tidak tersedia perpustakaan?
Memang, proses belajar siswa tidak hanya dilakukan di sekolah. Istilah long life education harus tertanam betul dan diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Terutama menanamkan akhlak/nilai-nilai yang baik pada siswa. Perpustakaan dapat mengajarkannya tentang rasa tanggungjawab dalam meminjam dan menjaga koleksi dari kerusakan/hilang, membiasakan aktifitas membaca dalam mengisi jam istirahat, serta kebiasaan baik lain yang tercermin dalam tata tertib maupun peraturan perpustakaan. Pihak sekolah berkewajiban mem-backup peraturan yang dikeluarkan oleh perpustakaan. Diharapkan dengan penanaman akhlak/nilai-nilai yang baik ini, siswa dapat lebih bertanggungjawab dalam kehidupan sosialnya, menjadi taat pada orang tua dan bapak ibu guru, serta menjadi warga masyarakat yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Bukankah hal tersebut juga merupakan prestasi bagi siswa?
Karya yang bermutu dan prestasi hanya bisa diraih dengan adanya kemauan dan kebiasaan siswa untuk terus belajar, lewat membaca di perpustakaan sekolah. Kegemaran membaca yang sudah terbudaya di kalangan siswa, harus diimbangi perpustakaan sekolah dengan menyediakan koleksi yang bermutu dan bervariasi. Bukankah untuk menyediakan koleksi tersebut dibutuhkan anggaran dari pihak sekolah yang tidak sedikit? Bukankah idealnya 5 % anggaran sekolah diserahkan untuk pengembangan perpustakaan?
Setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah/digariskan dalam kurikulum harus di backup dengan baik oleh perpustakaan. Siswa yang menerima pelajaran di kelas, harus terus dimotivasi untuk terus belajar mengembangkan ilmunya melalui proses membaca di perpustakaan. Misalnya dengan memberi tugas membaca di perpustakaan, menceritakan kembali serta membuat laporan. Dengan menyediakan fasilitas belajar yang menyenangkan, dan kedekatan pustakawan dengan siswa akan membantu proses kenyamanan belajar di perpustakaan. Hasilnya siswa diharapkan bisa menguasai sekaligus mengembangkan mata pelajaran yang diterimanya di kelas. Pihak manajemen sekolah perlu mendukung kebijakan untuk cinta kepada perpustakaan sekolah. Misalnya saja memberi hadiah kepada siswa yang sering membaca di perpustakaan, serta menghimbau kepada guru untuk memotivasi siswa dalam melengkapi informasi dan pengetahuannya demi menunjang proses pendidikan serta daya serap terhadap mata pelajaran. Siswa yang sudah mempunyai motivasi tinggi untuk belajar, tinggal menunggu waktu saja agar dapat berkarya dan berprestasi.
Untuk mencapai tujuannya, perpustakaan sekolah perlu dikelola oleh pustakawan dengan tanggungjawab dan dedikasi yang tinggi terhadap layanan. Pustakawan sekolah harus mempunyai jiwa sabar, serta dituntut untuk memahami apa arti pendidikan sesungguhnya.
Perilaku pustakawan sekolah yang bengis, kurang ramah, serta sifat-sifat negative lain perlu dikikis habis. Sehingga siswa dapat lebih dekat dengan pustakawannya, yang merupakan penasihat siswa dalam belajar, serta mencari informasi dan ilmu pengetahuan.
Pustakawan sekolah juga harus bersifat proaktif dan suka menolong. Siswa yang kurang paham bagaimana cara mengakses sebuah koleksi, misalnya saja cara menelusur buku matematika tulisan Djoko Moesono. Pustakawan sekolah harus telaten dalam mengajarkan penelusurannya. Jika siswa mengetahui lewat judulnya, bisa langsung mengetik/mencari lewat judulnya. Atau kalau siswa lebih tahu siapa pengarang buku matematika tersebut, maka bisa dengan mengetik/mencari djoko moesono. Sehingga siswa lebih suka dan terbiasa dengan belajar, karena literatur yang mereka butuhkan untuk menunjang pelajaran, relatif mudah untuk diketemukan.
Siswa yang dekat dengan pustakawannya, akan mahir dalam mencari dan menggunakan informasi dan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses penyerapan dan penalaran pelajaran mereka. Siswa yang mudah menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru, merekalah yang mudah pula untuk mengukir prestasi.
Selain membantu siswa dalam mengakses koleksi, pustakawan sekolah harus menyediakan informasi plus dan memberi solusi atas kesulitan siswa dalam belajar. Informasi tambahan yang dibutuhkan siswa, baik itu ilmu pengetahuan dan teknologi baru, atau pun informasi lain seperti lomba karya ilmiah remaja. Informasi yang gress serta teknologi baru akan menarik siswa untuk berduyun-duyun memanfaatkan perpustakaan sebagi pusat sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Dengan informasi dan teknologi terbaru itulah, siswa bisa lebih bisa berkiprah dalam meraih prestasi.
Tidak hanya menyediakan informasi paling gress saja, pustakawan juga harus menyiapkan ruang belajar, ruang diskusi, serta ruang untuk penelitian. Dengan adanya diskusi atau pun penelitian yang dilakukan siswa, berarti ada sinkronisasi antara kegiatan belajar di kelas dengan kegiatan nyata di lingkungan masyarakat sekitar. Atau siswa juga bisa mengembangkan bakat dan minatnya. Situasi bahwa belajar di perpustakaan sekolah dengan meja yang berdebu, terbatasnya meja untuk membaca, dan fasilitas yang sangat minim lainnya, harus diubah. Tidak harus perabot yang mahalmahal, cukup sederhana saja. Pustakawan sekolah dan semua pengguna wajibmemelihara dan membersihkan equipment yang ada. Sehingga tidak ada lagi kesulitan dalam belajar dan mengembangkan pelajaran. Siswa dapat belajar dengan nyaman, dan terus dapat berkarya.
Demi ketertiban dan kenyamanan belajar di perpustakaan, pustakawan sekolah harus pandai-pandai membuat jadual tentang pemakaian ruang diskusi, ruang penelitian, sehingga tidak terjadi benturan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Jadual tersebut dapat diberitahukan kepada guru kelas atau pun guru bidang studi yang bersangkutan. Dengan pengaturan jadual yang tertib, siswa dapat diajarkan bagaimana mengatur waktu belajarnya dengan baik. Demikain pula saat siswa berada di rumah, kebiasaan untuk bisa mengatur waktu belajar, akan membantu siswa, baik dalam penguasaan pelajaran maupun dalam mengembangkan ilmunya di masyarakat.
Selain fasilitas yang cukup memadai dan waktu yang terjadual dengan baik, pustakawan harus bisa mewujudkan suasana belajar yang menarik bagi siswa. Pustakawan harus mengetahui dan sekaligus memahai teori pendidikan dan kaidah pembelajaran. Inovasi dalam memberikan layanan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan harus terus dikembangkan. Sikap acuh tak acuh terhadap siswa, terutama siswa yang membutuhkan bimbingan di perpustakaan harus dibuang jauh-jauh. Komunikasi positif, baik di kalangan anak-anak (siswa sekolah dasar) maupun remaja (siswa sekolah menengah) harus terus dibangun.
Pustakawan sekolah harus ‘dekat’ dengan masyarakat penggunanya, khususnya siswa. Bagaimana pustakawan sekolah bisa dipercaya sebagai tempat ‘curhat’, baik dalam kesulitan belajar atau pun dalam menambah informasi tentang sumber pengetahuan yang belum diajarkan di kelas. Diharapkan segala permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar selama di kelas atau di luar kelas, bisa ditemukan jawabannya. Sehingga siswa merasa nyaman, segala problematikanya dapat dicarikan solusi oleh pustakawan sekolah. Bukankan hal tersebut bisa menjadi motivasi siswa dalam berprestasi ?
Di negara tetangga kita, Malaysia, pustakawan lebih besar perannya dalam ikut melaksanakan penelitian yang dilakukan siswa. Selain menyediakan sumber informasi, pustakawan sekolah juga membantu siswa dalam pembuatan laporan penelitian. Tidak hanya itu, ternyata pustakawan di sana juga bertugas untuk membantu bimbingan siswa dalam mengerjakan tugas rumah maupun tugas di sekolah, jika siswa kurang paham terhadap mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Kalau hal di atas bisa diterapkan di negara kita, bisa-bisa tiap hari perpustakaan sekolah akan penuh sesak oleh siswa, baik yang ingin membaca, mencari informasi, atau pun melakukan bimbingan belajar. Dalam suasana belajar yang dengan kondusif, semua pihak akan dapat menghasilkan karya yang maksimal serta prestasi yang dapat membanggakan sekolah.

Pustakawan sekolah merupakan jaminan tercapainya tujuan pendidikan. Karena lewat bimbingannya, masyarakat sekolah, khususnya siswa akan melek informasi, menjadi terbiasa dengan aktifitas membaca, lebih cerdas, dapat menghasilkan karya yang baik, serta memudahkan siswa dalam meraih prestasi, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Pustakawan sekolah harus mahir dalam mengolah dan menata koleksi perpustakaan dengan baik. Sehingga saat koleksi dibutuhkan pengguna, sudah siap tersaji di rak sesuai kode buku/call number. Karena sebagian besar koleksi perpustakaan sekolah berupa buku penunjang kurikulum, maka mutu dari buku-buku itu harus diperhatikan. Karena buku merupakan jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala, mampu mengembangkan daya kreatifitas dan imajinasi karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna.
Dengan terbiasa membaca buku, siswa akan terasah otak dan pola fikirnya. Membaca harus dijadikan aktifitas siswa sehari-hari. Buku harus dicintai dan bila perlu dijadikan sebagai kebutuhan pokok siswa dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Jika ada kelebihan uang saku, daripada membeli mainan atau jajanan di sekolah, lebih baik membeli buku. Contoh lain dengan membentuk suatu kelompok baca, membeli secara patungan. Buku tersebut bisa dimanfaatkan secara bersama, atau pun bisa didokumentasikan ke perpustakaan sekolah.
Idealnya, setiap perpustakaan sekolah mampu menyediakan minimal 2.500 judul buku. Judul sebesar itu tidak termasuk koleksi lama yang telah dipunyai, akan tetapi koleksi uptodate yang sangat dibutuhkan masyarakat sekolah. Memang terasa cukup berat. Dengan anggaran yang terbatas, perpustakaan sekolah harus menyediakan koleksi uptodate yang sedemikian besar jumlahnya.
Untuk tujuan baik, kita semua harus berusaha bukan? Memang kalau ditanggung sendiri oleh perpustakaan akan terasa berat dan imposible. Bukankah banyak alternative cara pengadaan koleksi untuk mencapai jumlah ideal di atas?? Contoh. Sekolah A dengan keterbatasan dana hanya mampu membeli 1.000 judul buku yang uptodate.1.500 judul yang belum terpenuhi bisa disiasati dengan bekerjasama dengan perpustakaan sekolah B. Untuk jangka waktu 1 bulan koleksi yang ditukar dengan sekolah B sejumlah 500. Dengan perjanjian yang ditetapkan bersama, sekolah A akan mendapat pinjaman sejumlah buku yang sama. Setelah kerjasama selesai, bisa dilanjutkan dengan sekolah C. Begitu seterusnya. Sehingga siswa merasa koleksi yang dibaca di perpustakaan selalu ada yang baru, bacaan mereka terus berganti-ganti. Dengan cara itu, jumlah koleksi perpustakaan bisa melampaui target minimal 2.500 judul buku, walau tidak harus dipunyai sendiri. Dengan bacaan uptodate yang terus berganti, siswa menjadi kaya akan wawasan, ilmu pengetahuan, informasi, tidak gaptek serta menjadi siswa pintar yang mempunyai segudang prestasi.
Kita juga dapat menggunakan pedoman yang dibuat oleh IFLA/UNESCO dalam menyediakan koleksi yang bermutu dan variatif, yaitu rumusan yang menyatakan bahwa setiap siswa mendapatkan jatah 10 judul buku. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan kondisi perpustakaan sekolah yang ada di negara maju seperti Amerika. Di sana, untuk setiap siswa, perpustakaan sekolah mampu menyediakan 40 judul buku.
Akan tetapi, sekali lagi hal itu bisa disiasati. Misalnya saja dengan mendirikan kelompok baca yang terdiri dari 10 siswa. Tiap-tiap siswa membawa 1 buku, sehingga total per kelompok baca berjumlah 10 judul buku yang berbeda. Untuk setiap kelompok baca dijadualkan bisa menyelesaikan seluruh bacaannya dalam waktu 1 minggu. Setelah itu, bisa menceritakan kembali bacaan yang dibacanya, meringkas, atau pun membuat laporannya. Baru kemudian diadakan tukar-menukar bacaan diantara semua kelompok baca yang terbentuk disekolah. Apabila jadual tukar-menukar tersebut sudah terpenuhi, maka dilakukan periode baru, sehingga buku yang beredar di masing-masing kelompok baca akan mengalami peremajaan/pergantian koleksi yang baru. Sehingga siswa akan menjadi terbiasa dengan membaca, memahami setiap bacaan, kaya akan wawasan dan ilmu pengetahuan, yang menjadi prasyarat agar siswa bisa berprestasi.
Untuk menambah koleksi yang bermutu dan variatif, perpustakaan sekolah juga bisa menempuh langkah sebagai berikut. Setiap siswa yang lulus sekolah, diwajibkan untuk menyumbangkan 1 buku untuk dijadikan koleksi perpustakaan. Akan tetapi langkah ini perlu disosialisasikan kepada seluruh siswa, guru, manajemen sekolah, bahkan wali siswa, agar tidak terjadi salah pengertian di kemudian hari. Dengan koleksi yang bermutu dan variatif, diharapkan akan menumbuhkan kegemaran membaca serta dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa.
Koleksi yang memadai merupakan jaminan tercapainya tujuan pendidikan, khususnya di sekolah. Formasi untuk koleksi di perpustakaan sekolah seyogyanya berisi 60 % mewakili buku non fiksi penunjang kurikulum, sedangkan 40 % berupa novel, majalah, CD, game, video, dsb. Tidak baik jika sebuah perpustakaan sekolah mengisi sebagian besar koleksinya dengan buku non fiksi saja/buku pelajaran semua. Karena siswa juga membutuhkan bacaan sebagai hiburan/refreshing seusai mereka berkutat dengan pelajaran di kelas. Pun demikian, sangat tidak baik juga apabila koleksi perpustakaan diisi dengan banyak buku-buku fiksi. Bukankah perpustakaan tidak sama dengan persewaan komik di pinggir-pinggir jalan?? Yang bisa melalaikan siswa dari tujuan utamanya untuk belajar di sekolah ??
Sesekali perpustakaan sekolah, harus mencoba untuk mengadakan penelitian ‘kecil-kecilan’ untuk lebih meningkatkan layanan kepada masyarakat sekolah. Misalnya saja bekerjasama dengan guru dalam menyebarkan angket kepada siswa, mengenai jenis-jenis bacaan yang disukai siswa. Hasil daripada angket tersebut bisa menjadikan masukan perpustakaan sekolah khususnya, maupun pihak manajemen dan guru. Memahami akan kebutuhan bacaan siswa, akan memotivasi siswa untuk cinta kepada membaca, cinta terhadap bacaan, sebagai penghargaan/penghormatan terhadap sebuah karya, sekaligus mendorong mereka untuk menghasilkan karya yang bermutu dan prestasi.
Selain buku, minat membaca siswa perlu difasilitasi misalnya dengan membuat majalah dinding untuk science, atau pun karya sastra yang lainnya. Siswa bisa menggunting informasi yang bermanfaat dari koran/majalah di rumah, untuk dibawa ke perpustakaan sekolah. Kemudian untuk setiap hasil guntingan tersebut dikelompokkan menurut topiknya, untuk kemudian ditempel dan dipajang sebagai hasil karya dari siswa. Dalam kurun waktu tertentu, majalah dinding di perpustakaan sekolah ini harus terus di-update. Hal ini akan memotivasi siswa, selain untuk gemar membaca, juga gemar berkarya. Lewat karya di dinding ini pula, akan terjadi penyebaran informasi yang bermnfaat bagi siswa-siswa lain yang membaca. Sehingga makin banyak siswa yang pandai, cerdas dan semakin mudah pula mereka untuk berprestasi.
Agar tidak gaptek serta tidak ketinggalan informasi, koleksi perpustakaan juga perlu ditambah dengan akses internet, bisa berupa jurnal pendidikan atau pun informasi terkini lainnya. Pendidikan penelusuran informasi/browsing di internet harus diajarkan sejak pertama kali siswa masuk di sekolah, karena akan besar manfaatnya untuk membantu proses pendidikan yang berlangsung. Setelah itu perlu dilakukan pembinaan terprogram dan monitoring terhadap aktifitas siswa dalam ber-internet. Hanya informasi yang benar-benar bermanfaat saja yang bisa dijadikan sumber ilmu pengetahuan dan pelajaran siswa dalam kelas. Dengan internet, waktu pencarian terhadap sebuah informasi relatif lebih cepat. Dan informasi dari internet akan lebih uptodate. Apa pun masalah yang ditemui siswa, pasti ada solusinya di internet. Siswa juga dapat mengembangkan pelajarannya dengan dibantu sumber dari internet. Dengan internet siswa akan menjadi pelajar yang plus, prestasi pun sudah menanti di depan.

Perpustakaan sekolah merupakan pusat masyarakat sekolah dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Selain kinerja pustakawan sekolah serta koleksi yang baik, aktifitas layanan perlu diberdayakan guna mendukung peran perpustakaan sekolah. Aktifitas layanan perpustakaan sekolah akan banyak dipengaruhi
oleh aktifitas siswa dalam memanfaatkannya. Sebagai mitra siswa dalam belajar, perpustakaan sekolah dapat merencanakan user education agar siswa memahami maksud dan tujuan layanan yang diberikan.
Pustakawan sekolah harus kreatif dalam mengemas layanan panduan siswa ini. Jadual untuk user education ini perlu disusun sedemikian rupa agar berjalan secara efektif. Di sini siswa perlu dikenalkan bagian-bagian yang ada di perpustakaan sekolah. Seperti bagian peminjaman, penjajaran/shelving di rak koleksi, dsb. Di samping itu, perlu juga diajarkan fungsi dari masing-masing koleksi yang ada di perpustakaan. Dengan memahami maksud beberapa informasi yang ada di perpustakaan, siswa tidak akan salah jalan ketika akan mencari informasi dan ilmu pengetahuan sebagai pelengkap/tambahan dari mata pelajaran yang diterima di kelas.
Di kelas, pelajaran yang mereka terima tentu dapat dikembangkan dengan menggunakan acuan/sumber informasi di perpustakaan. Siswa bisa memperdalam ilmunya secara lebih detail. Proses penyerapan dan penalaran pelajaran merupakan awal dari proses yang harus dilalui siswa untuk menghasilkan karya yang bermutu. Siswa yang sering memanfaatkan perpustakaan sekolah, akan terbiasa dengan koleksi yang ada. Karena kelengkapan sumber informasi sangat menentukan dalam membuat karya yang bermutu, maka semakin banyak sumber informasi yang dipakai, makin baik pula suatu karya dapat dihasilkan.
Dengan rasio jumlah pustakawan sekolah dan siswa yang jauh dari ideal, maka seyogyanya sejak dini perpustakaan telah mengenalkan bagaimana tips-tips memanfaatkan layanan dan koleksi yang ada untuk membantu mencapai tujuan pendidikan siswa. Misalnya untuk sekolah dasar kelas 4 dan 5, sedangkan sekolah untuk sekolah menengah kelas 2. Selain mereka diberikan bimbingan cara memanfaatkan perpustakaan dengan benar, mereka juga dibebani kewajiban untuk mensosialisasikan kepada adik-adik kelasnya. Dengan pendidikan yang berantai, seluruh siswa akan mempunyai ilmu tentang bagaimana memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan baik sehingga akan lebih termotivasi untuk belajar. Belajar akan menjadi aktifitas sehari-hari siswa. Siswa yang terbiasa dengan belajar, akan lebih mudah pula dalam berprestasi.
Siswa juga harus terus untuk dilatih berdiskusi. Misalnya saja berdiskusi tentang suatu cerpen atau mendiskusikan tentang terjadinya gelombang pasang air laut yang disebabkan oleh gerhana bulan. Bertempat di ruang diskusi perpustakaan sekolah, dipandu oleh guru dan pustakawan sekolah, siswa dilatih untuk mengungkapkan ide-ide ilmiahnya, mempertahankan pendapatnya, serta mencari solusi/kesimpulan dari suatu permasalahan yang terjadi. Untuk bisa mendapatkan ide ilmiah, siswa terlebih dahulu harus terbiasa dengan membaca maupun browsing di internet, sehingga wawasan keilmuan siswa akan lebih luas dan terfokus. Siswa yang kaya akan berbagai ide ilmiah, tidak akan kesulitan dalam berkarya dan berprestasi.
Menjajal penelitian terhadap masalah yang terjadi di sekitar, dihubungkan dengan dengan mata pelajarannya, sangat mungkin dikerjakan oleh siswa. Dengan dibantu guru pembimbing penelitan dan pustakawan sekolah, siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam penelitian. Perpustakaan sekolah harus menyediakan semua informasi yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung, termasuk dalam pembuatan laporan penelitian.
Selain memberikan layanan terfokus pada siswa, perpustakaan sekolah dapat mengembangkan dan meningkatkan layanannya, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, antara lain orang tua siswa, sekolah sejenis yang lebih baik, serta dengan perpustakaan umum/daerah.
Orang tua siswa merupakan mitra belajar siswa di rumah. Dalam program membaca sebagai aktifitas siswa di rumah, perpustakaan sekolah dapat memotivasi orang tua agar menjadi teladan bagi putra-putrinya. Saat menunggu anaknya pulang sekolah, orang tua bisa meluangkan waktu untuk membaca di perpustakaan sekolah. Selain itu, peran oarang tua juga bisa menjadi penyedia anggaran untuk pembelian buku, memberi hadiah ulang tahun dengan buku cerita/science terbitan terbaru, membudayakan membaca surat kabar/majalah di rumah, serta mengajak anak-anak ke perpustakaan umum/daerah saat setiap libur akhir pekan. Budaya membaca dan belajar yang dikembangkan orang tua akan mendarah daging pada anak, sehingga secara otomatis, otak mereka selalu terasah dengan ilmu dan pengetahuan. Siswa tidak akan mengalami kesulitan lagi dalam penyerapan dan penalaran pelajaran jika otak mereka selalu terasah dan terbiasa dengan ilmu pengetahuan. Bukankah siswa berprestasi akan selalu mengasah pola fikirnya dengan ilmu pengetahuan ??
Untuk menjadi lebih baik, perpustakaan sekolah harus terus berbenah. Studi banding dengan sekolah yang sejenis, tetapi sudah terlebih dulu memiliki prestasi; harus terus dilakukan. Mereka bisa berbagi tentang cara belajar, cara menambah ilmu pengetahuan di luar kelas, cara memanfaatkan perpustakaan beserta koleksinya, dsb. Tujuannya agar rahasia sekolah unggulan dapat diterapkan, dan siswa yang belum berprestasi dapat berbagi pengalaman dengan siswa sekolah ungulan yang telah berprestasi.
Dengan perpustakaan umum/daerah, perpustakaan sekolah juga bisa bekerjasama dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan layanannya kepada siswa, khususnya bagi siswa kelompok usia anak dan remaja. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dengan melakukan study visit ke perpustakaan umum/daerah untuk mengetahui koleksi apa saja yang sesuai untuk siswa pada usia anak-anak atau remaja, serta layanan apa saja yang telah dihadirkan di sana. Sehingga sepulang dari perpustakaan umum/daerah, siswa akan memiliki wawasan tentang semua hal yang berkait dengan perpustakaan dan jasa layanannya. Sedangkan bagi perpustakaan sekolah, bisa berbenah ke dalam. Siswa yang senang dan sering memanfaatkan perpustakaan sebagai penyedia jasa informasi dan ilmu pengetahuan, akan terbantu dalam mewujudkan prestasi dan cita-citanya.( Rio Hermawan S.Pd )




Gusti Allah Tidak “nDeso” Oleh: Emha Ainun Nadjib

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun.
“Cak Nun,”
kata sang penanya, “misalnya pada waktu bersamaan
tiba-tiba sampeyan
menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu:
pergi ke masjid untuk
shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar
tukang becak miskin ke
rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?”
Cak Nun menjawab lantang, “Ya nolong orang kecelakaan.”
“Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?” kejar si
penanya.
“Ah, mosok Allah ndeso gitu,” jawab Cak Nun. “Kalau saya
memilih
shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak
ngajak-ngajak, ” katanya
lagi. “Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga
orang yang
memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.
Bagi kita
yang menjumpai orang yang saat itu juga harus
ditolong, Tuhan tidak
berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang
kecelakaan itu.
Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.
Kata Tuhan: kalau engkau
menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau
menegur orang yang
kesepian, Akulah yang kesepian itu.Kalau engkau memberi
makan
orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.
Seraya bertanya balik, Emha berujar, “Kira-kira Tuhan suka
yang mana dari tiga
orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca
al-quran, membangun
masjid, tapi korupsi uang negara.
Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal
al-quran, menganjurkan
hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan
mengobarkan semangat
permusuhan.
Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran,
tapi suka beramal,
tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?”
Kalau
saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau
korupsi uang negara,
itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid.
Kalau korupsi uang
rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi
menginjak-injaknya. Kalau
korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi
menginjak Tuhan. Sedang
orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih
sayang, itulah orang
yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran.
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat
shalatnya. Standar
kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya
dia hadir di kebaktian
atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output
sosialnya : kasih
sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan
dengan orang lain,
memberi, membantu sesama.
Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti
shalat, ikut misa, atau
ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan
memiliki
perilaku yang santun dan
berkasih sayang.
Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah
sikap. Semua agama
tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih
sesama. Bila kita
cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian,
ikut misa, datang ke
pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang
beragama. Tetapi, bila
saat bersamaan kita tidak
mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan
anak-anak terlantar,
hidup bersih, maka itulah orang beragama.
Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari
kesalehan personalnya,
melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan
pribadi, tapi
kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa
menggembirakan
tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati
orang lain, meski beda
agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan
social pada
kaum
mustadh’afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan
tidak mengambil yang
bukan haknya.
Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan
jiwa sosial tinggi.
Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid,
sementara beberapa
meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan. ~ ( Rio Hu )

'DASBOARD'

Istilah dashboard yang kemudian berkorelasi dengan sekolah ini mencengangkan saya dan juga beberapa teman, yang menjadi peserta dalam Leadership Forum ANPS-BI, Pada Jumat tanggal 26 Nopember 2010 di Bali. Menjadi mencengangkan karena presenter mempersonifikasi fungsi leader di sekolah sebagai pengendara kendaraan, dan fungsi dasboard di dalam kendaraan bermotor. Di dalam kendaraan, indikator yang terdapat dalam dasboard memberikan informasi tentangperform kendaraan bagi pengendara. Dan dengan informasi tersebut pengendara akan menjadi yakin dengan kondisi kendaraannya untuk sebuah perjalanan yang akan dijalaninya.

Bagaimana di sekolah? Disinilah letak irisan antaranya. Pada sisi ini presenter mengajukan pertanyaan kepada kami; Indikator apa yang Anda inginkan tentang sekolah yang Anda pimpin, yang harus muncul di dasboard Anda? Lalu kepada kami diberikan waktu untuk berdiskusi apa saja indikator yang menurut kami penting untuk ada. Dan ternyata tidak semua kami dapat menyepakati. Masing-masing kita memiliki karakteristik dan level sekolah yang berbeda. Yang membuat ekspektasi jenis indikator yang tidak sama satu sama lainnya.
Saya sebagai wakil dari sekolah nasional, teman sebelah kiri saya yang adalah wakil dari Sekolah RSBI, sebelah kanan saya dari sekolah nasional plus atau lebih tepatnya dari sekolah internasional minus, depan saya dari sekolah IB, memiliki persfektif berbeda saat mendifinisikan indikator apa yang harus ada di dalam dasboard sekolahnya masing-masing. Teman-teman ada yang menyebutkan bahwa indikator yang selalu harus nongol dalam 'dasboard'nya adalah student assessment, yang lain menyebutkan tentang learning strategies, yang lain lagi menyebut tentang kahadiran guru dan karyawannya.
Dari sini, dari jenis jawaban yang kami buat tersebut, saya menjadi tergelitik dan berpikir bahwa indikator yang kepala sekolah sebut tersebut menunjukkan gradasi kualitas sekolah. Apakah sekolah tersebut masih berkutat dengan urusan kehadiran guru, atau sudah masuk tentang kualitas interaksi guru-siswa, atau juga apakah sudah masuk dalam bagaimana mereka memberikan pelayanan lebih optimal kepada pengembangan potensi siswanya.
Dengan berkaca dari jawaban teman-teman itu, menurut saya, sekolah yang bagus tidak lagi menjadikan absensi guru sebagai indikator mereka. Bukan berarti bahwa kehadiran guru tidak penting untuk menjadi indicator dalam dashboard-nya, tetapi sekolah dan komunitasnya sudah berpikir bagaimana meningkatkan kualitas interaksi instruksional di dalam kelas dalam ranah berpikir analitis. Guru dan karyawan di sekolah semacam itu telah memiliki etos kerja dengan komitmen yang tinggi.
Sementara di sebagian sekolah lainnya, pimpinan sekolah masih sibuk dengan morning sms. Karena nyaris setiap hari ada saja gurunya atau stafnya yang tidak masuk kerja. Apakah karena ada anggota keluarganya yang sakit, atau malah dirinya sendiri yang tidak enak badan, atau karena untuk mengurus surat, dll. Pendekkata, dari 40 syafnya yang terdiri dari guru dan karyawan, nyaris selalu ada saja yang tidak dapat masuk kerja. Dan berita itu akan día terima pada setiap pagi melalui telpon atau sms untuknya. Itulahmorning sms yang paling tidak dia kehendaki.
Dan itu pulalah dasboard yang dimaksud dalam tulisan ini. Lalu apa indikator yang yang harus ada di dashboard, di Sekolah Anda?
Jakarta, 4 Desember 2010.


sumber. http://aguslistiyono.blogspot.com